Indeks
News  

Jokowi-Panglima Gatot Minta Proyek Dibatalkan, Ditolak KSAU

Penyidik KPK melihat fisik Helikopter AW-101 di Lanud Halimperdanakusuma

VIVA Nasional – Presiden Joko Widodo meminta agar proyek pengadaan helikopter VIP/VVIP AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI Angkatan Udara tahun anggaran 2016 senilai Rp 742,5 miliar dibatalkan, karena kondisi ekonomi sedang tidak normal.

Hal tersebut terungkap dalam dakwaan untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AW 101 untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.

“Presiden pada 3 Desember 2015 bertempat di Kantor Presiden Jakarta dilakukan Rapat Terbatas tentang Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia. Presiden memberikan beberapa arahan di antaranya, pada kondisi ekonomi yang tidak normal seperti saat ini maka pembelian Helikopter AgustaWestland jangan dibeli dahulu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arief Suhermanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2022.

Presiden Jokowi menjadi Inspektur Upacara di HUT TNI ke 77

Photo :

  • Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden

Menurut jaksa KPK, dalam Risalah Terbatas Nomor R/269/Seskab/DKK/12/2015 tanggal 14 Desember 2015, Presiden Jokowi meminta agar terkait pengadaan helikopter AW 101 agar dikalkulasi dan hitung dengan benar sekali lagi kelayakan TNI membeli Helikopter AgustaWestland.

“Dan pembelian Helikopter AgustaWestland agar dilakukan dengan kerangka kerja sama ‘Government to Government’,” tambah jaksa.

Untuk menindaklanjuti hasil rapat terbatas tersebut maka pada 7 Desember 2015 terkait pengadaan Helikopter VVIP RI-1 diblokir (diberi tanda bintang/*) sehingga anggaran Rp742,5 miliar yang masuk di lembar catatan ke IV tidak dapat dicairkan.
Namun, karena Irfan Kurnia telah memesan heli AW 101 dan sudah membayar tanda jadi maka KSAU saat itu (2015-2017) Marsekal TNI Agus Supriatna, melalui Asrena Kasau TNI AU Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula dari pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi pengadaan helikopter Angkut Berat, meski spesifikasi tetap helikopter VVIP dan hanya menambahkan “Cargo Door on the starboard side” (inc. type III escape hatch) dengan harga usulan Rp742.475.410.040.

Irfan Kurnia diketahui memesan 1 unit Helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland, dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.

Helikopter itu sendiri sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.

Penyidik KPK saat melakukan pemeriksaan terhadap Helikopter AW 101 yang menjadi barang bukti kasus korupsi alutsista TNI

Penyidik KPK saat melakukan pemeriksaan terhadap Helikopter AW 101 yang menjadi barang bukti kasus korupsi alutsista TNI

Photo :

  • ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

Irfan juga menyiapkan 2 perusahaan untuk dijadikan peserta lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping.

Pada 10 Mei 2016, Agus Supriatna melalui M. Nurullah juga memerintahkan Heribertus Hendi Haryoko selaku Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara TNI AU untuk melaksanakan pengadaan helikopter angkut, padahal anggaran pengadaan helikopter masih diblokir.

Pada 13 dan 30 Mei 2016, Agus Supriatna melalui Supriyanto Basuki lalu mengirimkan surat kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tentang Permohonan Penghapusan Tanda Bintang (*) APBN TNI AU TA 2016.

Kemudian pada 27 Juni 2016, pemblokiran anggaran pengadaan helikopter AW-101 dibuka sehingga pada 29 Juli 2016, Agus Supriatna mengirim surat kepada Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) tentang Rencana Pembelian Helikopter AW-101, meski sesungguhnya sudah ada penetapan pemenang pengadaan dan penandatanganan kontrak senilai Rp738,9 miliar.

Pada 18 Juli 2016 Kadisau Fachri Adamy kemudian menetapkan PT. Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.

DanaKomando

Dari pembayaran tahap 1 yaitu senilai Rp436.689.900.000 pada 5 September 2016, sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna sehingga pembayaran untuk PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp418.956.300.000.

Mantan KSAU, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, usai diperiksa KPK.

Sigit Suwastono lalu mengambil Dana Komando Rp17,733 miliar tersebut dari Bank BNI Mabes TNI AU Cilangkap. Dana itu lalu diserahkan kepada kepala pemegang kas Mabes TNI AU Wisnu Wicaksono dan melaporkannya kepada Agus Supriatna.

Pada 14 September 2016, Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengirimkan surat kepada KSAU Agus Supriatna agar membatalkan kontrak pengadaan Helikopter Angkut AW-101.

“Namun atas surat tersebut, Agus Supriatna tidak bersedia membatalkan kontrak dan memberikan disposisi kepada Wakasau, Asrena Kasau, Aslog Kasau, dan Kadisadaau dengan tulisan ‘Ini system APBN 2016 yg sdh hrs dieksekusi & sdh turun DIPA TNI AU, utk siapkan dokumen2 dlm kesiapan menjawab mslh tsb’,” ungkap jaksa.

Agus lalu memerintahkan Wisnu untuk membuat rekening penampungan dana komando. Pada 9 November 2016 lalu dibuat rekening BRI cabang Mabes TNI AU yang digunakan sebagai tempat penampungan bunga deposito dana komando atas nama Dewi Liasaroh yaitu asisten rumah tangga pegawai BRI cabang Mabes TNI AU.

Agus Supriatna juga memerintahkan Wisnu Wicaksono membuat 8 rekening deposito dalam rentang waktu 9 November 2016 – 23 Maret 2017 senilai total Rp15.017.250.000 yang seluruhnya atas nama Dewi Liasaroh. Selain itu ada uang tunai berbentuk 800 ribu dolar AS dalam brankas.

Dalam perkara tersebut, Irfan Kurnia didakwa merugikan keuangan negara dari proyek pengadaan helikopter AW-101. Ia mendapatkan keuntungan senilai Rp183.207.870.911,13.

JPU KPK mendakwakan pasal pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant)

Sumber: www.viva.co.id

Exit mobile version