News  

KUHP Baru, Indonesia Dinilai Masuki Era Hukum Pidana Cerminan Jati Diri Bangsa

Sosialisasi KUHP baru

Rabu, 1 Februari 2023 – 22:40 WIB

VIVA Nasional – Indonesia berhasil mengundangkan KUHP baru, menggantikan KUHP lama peninggalan pemerintah kolonial Belanda, 2 Januari lalu. Dengan keberhasilan ini, menurut Guru Besar Hukum Pidana UI Harkristuti Harkrisnowo, Indonesia segera memasuki era hukum pidana yang lebih sesuai dengan kepribadian dan jati diri bangsa. 

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) nasional ini akan mulai berlaku tiga tahun terhitung sejak diundangkan. Harkristuti memaparkan, perbedaan mencolok antara KUHP nasional dengan KUHP peninggalan Belanda misalnya pada pidana Perzinaan dan Kohabitasi, di mana dalam KUHP lama hal-hal semacam itu berlawanan dengan kultur dan budaya yang tertanam di masyarakat Bangsa Indonesia. 

“Pada pasal perzinahan dan kohabitasi, ada sebagian kalangan yang menganggap ini sebagai ranah privasi, sehingga seharusnya negara tidak ikut campur. Yang dilupakan bahwa kita bukan negara Barat, di mana nilai-nilai semacam itu masih ada, hidup dan dipertahankan oleh masyarakat,” ujar Harkristuti saat berbicara dalam acara sosialisasi KUHP yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Hotel Patra, Semarang, Rabu, 1 Februari 2023.

Ia juga menyampaikan, dalam KUHP baru yang tak kalah penting untuk disosialisasikan ke masyarakat adalah Pasal 218 Tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Pasal 240 Tentang Penghinaan Pemerintah atau Lembaga Negara.

Menurutnya, pasal tersebut dibuat bukan untuk membungkam masyarakat. Indonesia memang negara yang menganut asas demokrasi, namun bukan berarti demokrasi diartikan sebagai demokrasi yang kebablasan. Perbedaan antara kritik dan penghinaan pun ditekankan dalam pasal tersebut. Maka, tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan yang sah dari pihak yang berhak mengadu, yaitu Presiden atau Wapres (Pasal 218 UU KUHP) dan Pimpinan Lembaga Negara (Pasal 240 UU KUHP). 

“Penting dijelaskan bahwa pasal tentang penghinaan Presiden itu bukan untuk membungkam. Karena pidana ini memiliki persyaratan. Kritik tidak apa-apa, tapi apabila penghinaan, pencemaran nama baik, itu yang dilarang,” jelas Harkristuti.

Halaman Selanjutnya

Pembicara lain, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Topo Santoso menjelaskan, para perumus KUHP nasional berhasil memperbaiki tujuan pemidanaan, dari sekadar untuk menghukum atau membalas para pelaku pada KUHP lama. 

img_title

Sumber: www.viva.co.id